FLOW SIMULATION PADA PIPA JENIS S
Unknown |
BAB I
PRE – PROCESSING
Pada
kali ini proses menganalisa yang dilakukan yaitu Flow Simulation pada
pipa jenis S, berikut ini adalah langkah kerja pada analisa pipa jenis S
sebagai berikut:
Ø Buka file gambar yang telah dibuat dengan nama Pipa S
maka akan mucul sebuah pipa yang akan di analisis.
Ø Setelah muncul benda kerja yang akan dianalisis, maka
kilik “Flow Simulation” kemudian pilih “Wizard” maka akan muncul
form pada wizard. Pada form wizard, isi kolom pada Configuration Name dengan
nama “shofian” kemudian pilih “Next” untuk melanjutkan prosesnya.
Ø Kemudian satuan untuk menentukan nilai pada analisis
nanti dengan memakai satuan “SI” dan untuk temperature yang dipakai
untuk analisis ini yaitu memakai suhu “Celcius” kemudian pilih “Next”.
Ø Langkah selanjutnya yaitu Analysis Type dimana
ini adalah langkah menentukan jenis laju aliran yang akan dianalisis apakah
memakai aliran internal atau aliran eksternal. Pada kali ini tipe analisis yang
akan dipakai untuk benda kerja tersebut memakai tipe “Internal” serta
ceklis pada kotak “Exclude Capacitis Without Flow Conditions” kemudian
pilih “Next”.
Ø Setelah itu muncul form Default Fluid dimana
untuk menentukan jenis fluida yang akan dianalisis. Pada benda kerja ini fluida
yang dipakai yaitu menggunakan jenis fluida “Methanol” dan untuk Flow
Characteristic memakai tipe “Laminar Only” kemudian pilih “Next”.
Ø Kemudian langkah selanjutnya yaitu Wall Condition,
dimana pada form ini untuk menentukan keadaan sekitar pada benda kerja. Pada
step ini langsung klik “Next” karena menggunakan settingan default.
Ø Pada langkah selanjutnya yaitu menentukan Intial
Conditions, dimana pada form tersebut untuk menentukan beberapa kondisi
yang dibutuhkan dalam proses Flow Simulation. Pada simulation ini temperature
yang dipakai untuk benda kerja ini menggunakan temperature 20,05oC kemudian klik “Next”.
Ø Kemudian setelah intial conditions sudah ditentukan
maka selanjutnya yaitu muncul form “Result and Geometry Resolutions”
dimana pada form ini merupakan langkah untuk menentukan seberapa detail hasil
yang ingin kita peroleh. Pada tahap ini langsung saja klik “Finish”.
Ø Setelah itu pilih section view, berfungsi untuk
melihat bagian dalam pada pipa tersebut dengan cara klik maka akan muncul form
pada Section View. Pada form tersebut pilih bagian posisi yang akan
dilihat bagian dalam pipanya pada bagian “Section 1”, pada gambar
tersebut posisi yang dipilih yaitu “Front Plane” kemudian pilih “OK”.
Ø Selanjutnya klik “Computational Domain”
kemudian pilih “Hide”. Langkah ini berfungsi untuk menghilangkan kotak
yang berada pada benda kerja tersebut.
Ø Selanjutnya klik “Fluid Subdomains” lalu pilih
“Insert Fluid Domains” maka muncul form Fluid Domains. Pada form fluid
domains, isi kotak biru pada bagian selection dengan face pipa bagian dalam
pada keseluruhan kemudian pilih “OK”.
Ø Kemudian pilih “Boundary Conditions” kemudian
pilih “Insert Boundary Conditions”. Pada form boundary conditions
tentukan inlet atau aliran masuk. Pada kolom biru di bagian section pilih face
pipa pada bagian dalam yang ditunjukkan pada tanda panah. Kemudian pada bagian
type, pilih “Inlet Velocity” dan untuk Flow Parameters masukkan
nilai velocity pada kotak V yaitu 8 m/s setelah itu pilih “OK”
untuk menyelesaikan pengaturan pada boundary conditions.
Ø Langkah selanjutnya sama dengan sebelumnya hanya untuk
langkah ini menentukan oulet atau aliran keluar. Pada tanda panah digambar
merupakan bagian aliran keluar pada benda kerja, kemudian pada bagian Type
pilih “Pressure Opening” dan “Environment Pressure” lalu pilih “OK”.
BAB III
POST – PRECESSING
Setelah proses solving telah selesai maka
hasil analisis pada pipa berjenis S dapat dilihat. Dari hasil tersebut ada 2
hasil yang dapat ditampilkan yaitu Cut Plots dan Flow Trajectories. Pada Cut
Plots terdiri dari hasil Temperature, Pressure, Velocity dan Density. Berikut
ini hasil analisis dari Ct Plots
Ø Hasil
analisis dari Pressure pada Cut Plots
Dari hasil yang didapat pada analisis ini,
dapat diketahui bahwa nilai minimum pada pressure sebesar 25556,74 Pa sedangkan
nilai maksimum pada pressure sebesar 166218,51 Pa. Pada pressure maksimum
terjadi tekanan yang tinggi pada pipa masuk sampai cekungan pipa dikarenakan
laju aliran 8 m/s, sehingga fluida akan terbentur pada dinding area cekungan
pertama dengan ditandai gradasi warna merah. Kemudian semakin lama pressure
akan semakin menurun seiring dengan aliran fluida yang mengalir.
Ø Hasil
analisis dari Velocity pada Cut Plots
Dari hasil yang didapat pada analisis ini,
dapat diketahui nilai maksimum pada velocity sebesar 15,524 m/s dengan posisi
velocity maksimum terdapat pada bagian cekungan pertama dan cekungan kedua. Hal
ini disebabkan bahwa kelokan yang terlalu banyak akan menyebabkan kerugian
kecepatan fluida, dan bagian dalam dari kelokan fluida akan mengalami penurunan
kecepatan fluida yang tidak begitu drastis. Kecepatan akhir dari fluida ini
adalah sekitar 12 m/s.
Ø Hasil
analisis dari Temperature pada Cut Plots
Suhu normal dari fluida tersebut adalah
sekitar 20oC, pada aliran
pertama fluida, suhu dari methanol yang dialirkan pada pipa tersebut berada
pada keadaan normal. Pada kelokan pipa pertama, fluida menabrak dinding –
dinding pipa sehingga gesekan antara fluida dan dinding dalam pipa menyebabkan
kenaikan suhu pada fluida yang dialirkan. Dapat dilihat bahwa fluida methanol
pada saat melewati kelokan pasti akan menabrak dinding pipa dan akhirnya
mengalami kenaikan suhu sekitar 20,06oC pada bagian dinding pipa yang searah
dengan aliran fluida tersebut. Tetapi untuk temperatur ini merupakan gabungan
dari temperatur fluida dan juga temperatur dari dinding pipa, sehingga apabila
fluida terkena gesekan dengan dinding pipa maka akan menyebabkan kenaikan suhu.
Ø Hasil
analisis dari Density pada Cut Plots
Dari hasil diatas bahwa saat aliran fluida
pertama pada pipa memiliki nilai density 791,54 kg/m3, kemudian aliran
fluida akan terbentur pada kelokan pertama dan kelokan kedua sehingga nilai
density akan menurun sekitar 791,53 kg/m3.
Setelah langkah Cut Plots telah selesai,
maka ke tahap Flow Trajectories. Flow Trajectories ini merupakan langkah untuk
melakukan simulasi aliran yang seperti aliran pada tampak aslinya. Jadi
nantinya dapat terlihat aliran dari fluida yang mengarah kemana saja dan juga
masing – masing dari aliran dapat dilihat analisanya sehingga hasil dari
tekanan, kecepatan aliran, suhu aliran dan lain – lainnya dapat terlihat.
Ø Hasil
analisis dari Velocity pada Flow Trajectories
Ø Hasil
analisis dari Pressure pada Flow Trajectories
Ø Hasil
analisis dari Temperature pada Flow Trajectories
Ø Hasil
analisis dari Density pada Flow Trajectories
KESIMPULAN
Dari hasil data dan
simulasi pada benda kerja maka dapat disimpulkan bahwa benda kerja tersebut
terjadi heat exchanger, heat loses yang dapat menyebabkan perubahan suhu,
kecepatan dan tekanan pada setiap jarak. Pada fluida panas akan mengalami
pendinginan, percepatan pada tikungan dan tekanan pada pipa keluar sehingga
menyebabkan penurunan pada fluida.
BAB I
PENDAHULUAN
1.
LATAR BELAKANG
Pegas merupakan
komponen yang didesain memiliki kekakuan yang relatif rendah dibanding dengan rigid
normal, sehingga memungkinkan untuk menerima gaya yang dibebankan padanya
sesuai dengan tingkatan tertentu. Pegas tidak seperti komponen struktur lain
dalam hal kekuatan waktu terbebani serta kemampuan menyimpan energi mekanis
setiap saat. Dalam suspensi kendaraan, saat roda bertemu dengan halangan pegas
membuat roda mampu melewati halangan dengan adanya pergerakan naik turun pada
roda dan kemudian menyebabkan roda kembali keposisi semula. Pegas daun yang
digunakan sebagai suspensi kendaraan darat baik untuk kendaraan roda empat
maupun mobil adalah salah satu komponen utama untuk meredam adanya getaran yang
ditimbulkan oleh eksitasi-eksitasi gaya luar saaat kendaraan bergerak.
Bentuk beam adalah
dasar dari banyak pegas daun. Beam sendiri adalah rangkaian baja panjang
berbentuk persegi yang kedua ujungnya dikaitkan. Defleksi dari beban pada ujung
cantilever dapat diperhitungkan, tergantung dari geometris dari cantilever
dan modulus elastisitas, seperti yang di prediksi oleh teori dasar beam.
Jadi pegas daun adalah
pegas yang berbentuk plat dasar (flat plats) dengan lebar tertentu dan
dikenai beban lateral yang menjadikan plat mengalami bending. Konsep
dasar pegas daun adalah batang cantilever yang diberi beban lateral pada
ujungnya dan ujung yang lain dijepit sehingga batang cantilever terdefleksi
dan mempunyai radius curvature.
Suspensi
depan adalah suatu mekanisme yang ditempatkan pada roda depan kendaraan. Sistem
yang terdapat di sini terhubung dengan sistem steering, yang mempunyai
peran penting dalam mengatur arah kendaraan. Terdapat berbagai macam model
antara lain : model macpherson, double wishbone, trailing arm,
dan multi link.
Suspensi belakang
adalah suatu mekanisme yang ditempatkan pada roda belakang kendaraan. Segala
sistem yang dipakai pada suspensi depan dapat dipakai oleh suspensi belakang
hanya saja tidak terhubung dengan sistem steering. Model-model tersebut
antara lain solid axle, beam axle, dan 4 bar.
2.
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini:
1. Mempelajari
sistem kerja pegas daun pada kendaraan roda empat dan gaya-gaya yang bekerja,
serta pemilihan bahan untuk pegas daun tersebut.
2. Mengetahui
penyebab utama dan mekanisme kegagalan yang mengakibatkan patahnya pegas daun
pada truk colt diesel pengangkut pasir.
3. Memberikan
solusi agar pegas daun dapat terhindar dari kegagalan serupa dikemudian hari.
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam
penelitian ini akan dilakukan investigasi terhadap pegas daun pada truk yang
mengalami kegagalan berupa patah, dimana kendaraan ini rutin beroperasi hingga
enam hari dalam seminggu. Rute jalan yang dilalui bervariasi, mulai dari jalan
tanah rata dan kadang berlubang terutama pada lokasi pengambilan pasir, hingga
jalan raya yang rata beraspal, sehingga berat muatan yang diangkut tidak
diketahui pasti. Namun dapat ditaksir berdasarkan daya angkut, berat muatan
berkisar antara 7 – 10 ton, untuk satu kali angkut.
Pegas
daun yang mengalami patah berada pada urutan pertama dari susunan pegas daun
pada truk tersebut, adapun dimensi pegas daun terlihat pada gambar di bawah
ini.
Gambar 1. Dimensi pegas yang patah
BAB III
HASIL PENELITIAN
3.1 TRUK
COLT DIESEL PENGANGKUT PASIR
Hasil perhitungan yang
didapat dengan persamaan (1) dapat digunakan sebagai gambaran umum dari pegas
ini. Pada truk ini berat kosongnya 2500 kg, berat terisi maksimalnya adalah
11500 kg (menggunakan pendekatan sesuai dengan standar pemakaian, beban angkat
= 9000 kg). Pada berat maksimalnya, bila semuanya didistribusi merata pada
keempat roda truk maka satu roda truk akan menahan beban :
Pada berat minimal atau kondisi truk dalam keadaan kosong, distribusi
beban pada tiap roda adalah :
Gambar
2. Gaya – gaya yang bekerja pada pegas
Beban dapat berubah arah membentuk siklus dengan besar yang
berubah-ubah. Hal menarik disini adalah bila ditinjau bagian mana yang efek
perubahan arah beban paling terasa pada ‘leaf spring’.
Panjang pegas 1,2m , jumlah pegas adalah 25, lebar pegas 0.07
m, dantinggi 1 pegas adalah 0.01 m. Maka bila harga harga diatas dimasukkan
dalam persamaan awal akan didapat tegangan maksimal dan minimal yang diterima
oleh pegas :
Perlu
diketahui bahwa perhitungan diatas tidaklah akurat benar karena terdapat banyak
penyederhanaan seperti dimensi dari ‘pegas daun’ ini, tetapi dapat
digunakan sebagai perkiraan awal untuk kriteria pemilihan bahan terutama dalam
‘endurance limit-nya’.
Aspek Pemilihan
Bahan Komponen
Material yang paling banyak digunakan untuk bahan ‘leaf
spring’ adalah baja karbon SAE 1065, 1085, 1090 dan baja paduan SAE 5155,
5160, 4063, 9260. Berikut ini adalah tabel hasil Uji Komposisi Kimia:
Tabel 1. Hasil Uji Komposisi kimia pegas daun
Berdasarkan hasil uji komposisi kimia material pegas daun
yang mengalami kegagalan dan dibandingkan dengan komposisi kimia material pegas
daun yang sering digunakan seperti terlihat pada tabel 1. Material pegas daun
yang mengalami patah equivalen dengan standar AISI 5160, atau standar JIS
SUP 9.
Untuk material baja paduan Si-Mn AISI 5160, tegangan
ultimat-nya mencapai 1050MPa ( 107 Kg/mm2) dengan tegangan batas elastikatau
tegangan luluhnya 924MPa ( 94,22 Kg/mm2). Kekerasan material ini setalah
diproses temper pada temperatur 595 oC mencapai 32 – 33 HRC.
3.2 TOYOTA
KIJANG KAPSUL 7K-EI TAHUN 2000
Dari pengamatan secara
visual, patahan terjadi pada bilah pegas daun nomor 3 seperti ditunjukkan pada
gambar 3. Spesifikasi Toyota Kijang kapsul 7K-EI tahun 2000ditabulasikan pada
Tabel 1.Sedangkanspesifikasi pegas daun dari hasil pengukuran ditampilkan pada
Tabel 2.
Tabel 1.
Sepesifikasi Toyota Kijang 7K-EI Tahun 2000
Hasil pengukuran dimensi pegas daun
sebagai berikut dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2.
Spesifikasi Pegas Daun Toyota Kijang 7K-EI Tahun 2000.
Untuk perhitungan momen
bending, tegangan maksimal dan defleksi yang terjadi pada pegas daun dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut
Gambar 6.
Diagram tegangan semi-elliptic leaf spring
Keterangan:
l =
panjang pegas
b = lebar
pegas
t = tebal
pegas
W = beban
y
= rise of crown above the level of the ends
Dengan
asumsi jumlah penumpang maksimal 8 orang dan setiap orang mempunyai berat 80
kg, maka beban total dengan berat kendaraan (1100 kg) adalah sebesar 1740 kg.
Ditambah dengan barang bawaan sebesar 260 kg, total beban yang diterima adalah
2000 kg. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.
Tabel 5. Hasil perhitungan tegangan pada pegas daun.
Menurut
referensi, ultimate tensile strength dari baja AISI 1095 adalah 98,43 kg/mm2 dan
yield strength sebesar 58,35 kg/mm2[12].Dari hasil perhitungan di atas terlihat
bahwa pada pembebanan 2500 kg tegangan maksimum yang terjadi sebesar 53, 35
kg/mm2 sedangkan yield strength baja sebesar 58,35 kg/mm2. Hal ini menunjukkan
bahwa kendaraan hanya bisa menahan beban maksimal sebesar 2500 kg. Apabila
dihitung berat kendaraan yang sebesar 1100 kg, berat penumpang 8 orang
masing-masing 80 kg dan barang bawaaan sebesar 260 kg, maka total beban yang
diterima sebesar 2000 kg, masih jauh dari beban maksimal yang diperbolehkan.
Nilai defleksi yang yang terjadi akibatpembebanan semakin meningkat seiring
dengan meningkatnya beban yang diberikan pada pegas daun.
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Truk Colt Diesel Pengangkut Pasir
Dari
pembahasan analisis kegagalan ini dapat diperoleh beberapa kesimpulan yaitu
sebagai berikut.
1. Kegagalan
komponen ‘leaf spring’ pada truk pengangkut pasir ini disebabkan oleh korosi
fatik yang terinisiasi oleh korosi sumuran (pitting).
2. Inisiasi
pada pitting terjadi karena pada sumuran tersebut terjadi ‘sterss
concetration’ sehingga kekuatan tarik bagian komponen tersebut tidak dapat
menahan tegangan tarik dari kondisi kerja.
3. Korosi
pada komponen ini terjadi karena pengaruh atmosfir lingkungan yang basah dan
banyak polutanya. Faktor inilah yang menjadi penyebab utama kegagalan ini.
4. Fatik
pada komponen ini terjadi karena sesuai dengan fungsinya, komponen ini
mengalami pembebanan yang berubah-ubah arahnya dan beragam besarnya. Tegangan
kerja yang digunakan sebesar 49,25 kg/mm2 lebih besar dari batas lelah (endurance
limit) komponen dengan memperhitungkan faktor-faktor yang memepengaruhi
batas lelah komponen sebesar 48,02 kg/mm2.
4.2 Kesimpulan
Toyota Kijang Kapsul 7K-EI Tahun 2000
Dari
hasil analisa kegagalan, dapat disimpulkan bahwa kekerasan pegas daun sudah
sesuai standar material pegas daun yaitu AISI 1095, dan nilainya seragam di
sebagian permukaan. Hal tersebut menandakan bahwa material tersebut sangat
sedikit cacatnya. Dari perhitungan tegangan dan defleksi, pegas daun dapat
patah pada pembebanan lebih dari 2500 kg. Dengan berat kendaraan berkisar pada
1100 kg, ditambah dengan beban penumpang atau barang maksimal 1400 kg.
Kenyataannya beban total yang bisa diangkut mobil Toyota Kijang 7K hanya sebesar
2000 kg. Maka bisadisimpulkan bahwa pegas patah bukankarena faktor material dan
beban berlebih, tetapi kemungkinan karena kendaraan terperosok lubang dalam
kecepatan tinggi, sehingga menimbulkan beban kejut yang tinggi pula, atau umur
lelah pegas yang sudah terlampaui.
DAFTAR PUSTAKA
1.
American Society of Metals, “Metals Handbook
Vol. 9 Fractography and Atlas of Fractographs”, Metals Park, Ohio, 8th Edition.
2.
Fine, Moris E, “ Fatigue Resistance of Metals”,
Metalurgical Transaction A, American Soceiety of Metals, Metals Park, Ohio,
Volume 11A, 1980
3.
M Ikhsan, “Perancangan Suspenssi Depan”,
FTI UI, Jakarta 2008.
4.
MSC. Visual Nastran, “Desktop Tutorial Guide for
Stress Analisys” Microsoft Corporation, 2004
5.
Wulpi,
D.J, “Understanding How Components Fail”, ASM, USA, 1985
6.
Abrianto Akuan, “Kelelahan Logam” Unjani
Bandung, 2007
7.
F.C. Cambell, “Elemen of Metallurgy and
Engineering Alloys”, Chapter 14, ASM International, USA, 2008.
8.
Daryono, 2007, Analisa Umur Pegas Daun Pada
Suspensi Kendaraan Roda Empat, Universitas Muhammadiyah Malang.
9.
2. www.ehow.com(20 Desember 2010).
10.
3. Child, P., 2004, Mechanical Design,
2nd Edition, Elsevier.
11.
4. Shankar, G.S.S., Vijayarangan, S., 2006, Mono
Composite Leaf Spring for Light Weight Vehicle – Design, End Joint Analysis and
Testing, Journal of Materials Science (Medžiagotyra). Vol. 12, No. 3.
12.
5. www.engineersedge.com(20 Desember 2010).
13.
6. Clarke, C.K., Borowski, G.E., 2005, Evaluation
Of A Leaf Spring Failure, Journal Of Failure Analysis And Prevention.
14.
7. Ramachandran, V., Raghuram, A.C., Krishnan,
R.V., Bhaumik, S.K., 2005, Failure Analysis Of Engineering Structures
Methodology And Case Histories, ASM International.
15.
8. www.nasmoco.co.id(20 Desember 2010)
16.
9. Shigley, J.E., 1996, Standard Handbook of
Machine Design, 2nd Edition.
17.
10. Toyota, New Step1, Toyota Astra
Motor.
18.
11. Hall, A.S., 1961, Machine Design,
McGraw Hill.
19.
12. ______, 1980, Manual on Design and Application
of Leaf Springs, SAE HS 788, Society of Automotive Engineers, Warrendale,
PA, USA.